WARTAJEMBER - Pentingnya perlindungan anak terhadap berbagai upaya eksploitasi, diskriminasi, perundungan, dan kekerasan yang terjadi dalam ruang lingkup pendidikan anak, merupakan tanggungjawab bersama.
Hal itu disampaikan pelaksana tugas (plt) Bupati Jember Drs. KH. A Muqiet Arief saat deklarasi sekolah ramah anak (SRA) Taman Kanak-kanak (TK) se-Kabupaten Jember di Pendapa Wahyawibawagraha, Rabu, 11 November 2020.
Ada delapan lembaga TK yang hadir sebagai perwakilan dalam deklarasi itu, dan 800 lembaga TK lainnya yang tergabung secara daring dengan kegiatan tersebut.
Dalam sambutannya Plt. Bupati mengatakan, lingkungan pendidikan yang ramah, inklusi, bersih, tanpa kekerasan, tanpa perundungan, dan diskriminasi menentukan cara berpikir anak saat dewasa.
“Jika anak suku Jawa kumpul dengan suku Madura, bahkan berbeda agama sekalipun, maka anak sudah tidak perlu lagi diajari bhineka tunggal ika lagi,” terang Plt. Bupati.
Pria yang akrab disapa kiai Muqit itu menuturkan, program SRA dalam ruang lingkup pendidikan tidak bisa berdiri sendiri.
Karena itu, lanjutnya, perlu keseimbangan dan kerjasama berbagai pihak. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Tri Pusat Pendidikan Ki Hajar Dewantara, yakni pendidikan sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Lebih jauh Kiai Muqit mengimbau agar guru dan kepala sekolah ikut serta mensosialisasikan program SRA kepada masyarakat, khususnya kepada para orang tua.
“Jika sudah bersinergi, insya Allah sukses,” pungkasnya.
Sementara itu, Any Junaidah Alfiani, menuturkan, deklarasi SRA menuntut pendidik untuk lebih bersikap ramah dan memahami karakter anak.
Kendati tidak terlalu jauh perbedaan cara mendidik anak dengan sebelumnya, Guru TK Aba Kaliwates itu menegaskan, deklarasi SRA mengingatkan para guru agar lebih mengerti dan memahami anak.
“Jadi, kita tidak boleh memperlakukan anak sebagai orang dewasa,” tuturnya. ( Adv )
No comments:
Post a Comment