JEMBER, WartaJember -Program J-Keren (Jaminan Kesehatan Rakyat Jember) yang semula menjadi harapan pemerataan layanan kesehatan, kini menjadi sumber beban bagi rumah sakit daerah. Keterlambatan pembayaran dari Dinas Kesehatan membuat tiga rumah sakit milik pemerintah di Jember kesulitan menjaga ketersediaan obat dan alat kesehatan.
Pada awal pelaksanaan, mekanisme pembayaran antara Dinas Kesehatan dan rumah sakit berjalan tertib. Namun, meningkatnya jumlah pasien dan keterbatasan dana APBD serta BLUD membuat arus kas rumah sakit tersendat. Ketimpangan antara layanan yang diberikan dan dana yang diterima pun melebar.
Direktur RSD dr. Soebandi, dr. I Nyoman Semita, mengungkapkan total piutang dari program J-Keren yang belum terbayar kini mencapai sekitar Rp109 miliar.
“Pada 2022 piutang kami sekitar Rp35 miliar, tahun 2023 juga Rp35 miliar, dan melonjak menjadi Rp76 miliar pada 2024. Sebagian sudah dibayar, tapi sisa yang belum lunas masih besar,” ujarnya, Selasa (22/10).
RSD dr. Soebandi menjadi rumah sakit dengan beban terberat karena statusnya sebagai rujukan utama di wilayah Tapal Kuda. Pasien datang tidak hanya dari Jember, tapi juga dari Banyuwangi, Bondowoso, Lumajang, Situbondo, hingga Probolinggo.
“Kasusnya lebih kompleks, termasuk rujukan dari rumah sakit tipe C seperti Siloam, Jember Klinik, Kaliwates, Bina Sehat, dan Citra Husada,” tambahnya.
Akibat piutang menumpuk, kemampuan keuangan rumah sakit anjlok. Cash ratio menipis, sementara kebutuhan obat dan alat kesehatan terus meningkat.
Saat ini, tunggakan pembayaran obat di RSD dr. Soebandi mencapai lebih dari Rp48 miliar. Kondisi ini berdampak pada hubungan dengan rekanan farmasi. Banyak pemasok menunda pengiriman karena pembayaran tertunda berbulan-bulan.
Padahal, rumah sakit ini ditetapkan melalui SK Gubernur Jawa Timur tahun 2015 sebagai rumah sakit rujukan utama bagi tujuh kabupaten/kota. Gangguan pelayanan di Soebandi otomatis berimbas pada sistem kesehatan di seluruh kawasan Tapal Kuda.
Meski tekanan finansial berat, Nyoman tetap optimistis. Di bawah kepemimpinannya, pendapatan RSD dr. Soebandi justru meningkat tajam.
“Pendapatan kami naik dari rata-rata Rp16–18 miliar menjadi Rp26 miliar per bulan, meningkat sekitar 44 persen,” ujarnya.
Kenaikan ini didorong oleh dukungan penuh Bupati Jember Muhammad Fawait melalui program Universal Health Coverage (UHC) Prioritas, yang memungkinkan masyarakat berobat cukup dengan menunjukkan KTP untuk kelas 3.
Melalui program lapangan seperti “Bunga Desaku” dan “Gus’e Menyapa”, bupati aktif mengajak masyarakat menggunakan layanan kesehatan gratis di puskesmas dan rumah sakit daerah.
Selain promosi masif, Nyoman menilai peningkatan pendapatan juga berkat budaya kerja baru di internal rumah sakit.
Ke depan, manajemen RSD dr. Soebandi menargetkan revitalisasi gedung mangkrak menjadi paviliun layanan komersial, yang hasilnya dapat menopang layanan sosial. Rencana besar lainnya meliputi pembangunan gedung hemodialisis, area parkir baru, dan gedung rawat inap tujuh lantai berkapasitas 300 tempat tidur.
Dengan total 800 tempat tidur nantinya, Nyoman ingin Soebandi sejajar dengan rumah sakit besar di Jawa Timur seperti RS Saiful Anwar Malang dan RS Dr. Soetomo Surabaya.
"Saat ini Jember masih kekurangan sekitar 600–700 tempat tidur rumah sakit. Kami berharap dukungan semua pihak, baik melalui pelunasan piutang, APBD, APBN, hibah, maupun investasi kolaboratif, agar pelayanan kesehatan di Jember semakin bermutu. Semoga soebandi menjadi modern dan green hospital yang mengutamakan kepentingan pasien,” pungkas Nyoman. ( ARB )
No comments:
Post a Comment